Kamis, 31 Oktober 2013

Senja Sempurna



you're one in a million, you're once in a lifetime
you make me discover one of the stars above us. -bosson

Sore semakin bergulir, laki-laki itu berjalan menemani saya menikmati senja. Dia tidak mengerti mengapa saya begitu menyukai fotografi, namun dengan sabar dia temani saya melakoni hobi saya ini. Dia juga tidak mengerti dimana sih letak asiknya, serunya memotret, tapi dia rela mengantar saya menenteng-nenteng kamera. Mencari tempat-tempat yang indah untuk saya potret. Membawa saya ratusan kilometer jauhnya menuju tempat-tempat indah lainnya.

Sore itu, tidak jauh dari rumah, saya menikmati senja bersamanya. Dia tidak menolak ketika saya mengarahkan beberapa gaya kepadanya untuk saya potret. Siluet senja dan laki-laki itu. Sungguh perpaduan yang sempurna. Dan sungguh, saya pun ingin menemaninya merengkuh dunianya, seperti juga dia menemani saya merengkuh dunia saya.

happy birthday my love, my best friend. hope our love will last, even in the life after we die...


Selasa, 29 Oktober 2013

Road To Jogja: Manusia Hanya Bisa Berencana

Liburan kami ke Jogja kali ini bermula dari celetukan iseng saat moci santai sabtu malam menjelang puasa. “maring jogja yuh” dan ide tersebut berhenti  disitu tanpa tau mau apa dan kemana di Jogja. Kata Jogja sendiri sudah merupakan ikon tempat wisata bagi kami, mungkin sama kasusnya seperti ‘ke Bali yuk!’ atau ke Bandung yuk!’ Iya kan? Eh.. Iya nggak sih?

Itinerary baru dibuat menjelang hari keberangkatan. Tiga objek wisata akan kami kunjungi pada hari pertama, dan dua objek wisata pada hari berikutnya. Sesuai jadwal, tepat pukul 04.00 WIB, dengan mengendarai tiga sepeda motor, kami berangkat membelah pagi menuju kota Jogjakarta.
 

Eh ternyata Jogja-Tegal itu jauh sodara-sodara. Matahari sudah tegak di atas kepala begitu kami menginjakkan kaki di Malioboro. Jaket yang terasa begitu tipis saat berangkat tadi pagi kini mendadak seperti menebal berpuluh-puluh kali lipat. Panasnya minta ampun! Waktu menunjukkan pukul 13.00 WIB, meleset 3 jam dari rencana. Langsung kami putuskan untuk melongkapi jadwal dan mencari tempat untuk menginap malam ini.

Lagi-lagi, meleset dari perkiraan, hotel/losmen yang sesuai dengan budget kami ternyata penuh! Padahal lebaran sudah lewat satu minggu, namun kawasan malioboro masih saja sesak oleh wisatawan. Untungnya resepsionis hotel terakhir yang kami datangi berbaik hati mencarikan kamar di hotel lain yang tarifnya kurang lebih sama. Panas yang menyengat membuat kami malas muter-muter mencari sendiri hotel lainnya. Jadinya kami pasrah dan menurut saja diantarkan ke hotel yang di maksud.

Pemandangan Menuju Jogja
Pemandangan Pagi Menuju Jogja
Lokasi hotelnya masuk ke gang kecil. Tidak ada lahan parkir di hotel itu, tapi motor masih bisa diparkir dipinggiran gang. Dan lagi-lagi meleset dari perkiraan, waktu untuk check in pun ternyata lamaaaa sekali, sementara sofa di lobby hanya mampu menampung setengah dari jumlah kami. Satu jam berlalu, itinerary yang sudah saya buat semakin semrawut dan acak-acakan. Parahnya, setelah akhirnya kami menginjakkan kaki di lantai dua di kamar berAC nan sejuk gembira, mendadak seluruh badan kami melunglai persis seperti kanebo kering-kaku disiram air dan menjadi basah. Mata terasa berat dan punggung merengek minta diluruskan setelah dipaksa tegak diatas motor selama hampir sembilan jam. Yak, tamat sudah riwayat itinerary saya. Dua acara pun dicoret dari jadwal kami siang itu. Dan dari tiga tempat yang terjadwal untuk dikunjungi, hanya satu yang terlaksana.

Parkir Motor di Pinggiran Gang

Rabu, 04 September 2013

Benteng Pendem, Cilacap, Jawa Tengah

Benteng Pendem Cilacap

Pernah dengar kalau traveling itu candu? Well…. Yes… that is absolutely… TRUE.. Eh tapi saya, si suami dan teman-teman, sepakat untuk menyebut hobi kami ini turing, karena kami mengendarai motor sambil nyengir gembira, yang pada akhirnya membuat untu kami garing… alias Tu-Ring =D

Bisa dibilang ini turing keluar kota ke-2 kami setelah sebelumnya main ke Bumiayu. Cilacap menjadi tujuan kami kali ini. Kenapa Cilacap? Errrrr… ga tau juga sih. Pingin aja :D. Kalau kata orang jawa sih, sekerendegnya hati aja. Nyaris tengah hari kami berenam sampai di Cilacap. Rasanya bokong saya sudah hampir rata setelah duduk kurang lebih enam jam di jok belakang motor. Lagi-lagi hujan turun menemani perjalanan. Lengkap dengan jas hujan masing-masing, kami memasuki kawasan pantai teluk penyu.

Pantai Teluk Penyu Cilacap
Perahu ini nih yang digunakan untuk menyeberangkan wisatawan ke Pulau Nusa Kambangan
Seorang pemilik kapal menyambut kami dan menawarkan untuk mengantarkan kami menyeberang ke Pulau Nusa Kambangan. Tariffnya Rp. 15.000 perorang PP yang dibayarkan setelah mengantar kami pulang kembali ke Teluk Penyu. Sistemnya kami akan diantar ke Pulau Nusa Kambangan lalu si pemilik kapal akan kembali ke Teluk Penyu untuk mencari wisatawan lainnya yang ingin menyeberang. Kalau mau pulang, tinggal sms atau telepon dan ia akan segera datang menjemput. Yang harus diingat: jangan sampai lewat dari jam 6 sore atau siap-siap bermalam di Nusa Kambangan. Berhubung cuaca lumayan buruk, ombak lumayan besar dan perahu lumayan kecil, kami tidak berani menyeberang dan memutuskan untuk melangkah memasuki Benteng Pendem yang berada satu kawasan dengan Pantai Teluk Penyu, sesuai rencana awal.

Benteng Pendem Cilacap
Ini tempat apa ya? Mungkin tempat prajurit jaga?

Wisata Cilacap

Saya sedikit menyesal karena saya tidak banyak mendapatkan foto-foto yang bagus di Benteng Pendem ini. Hujan yang jatuh membuat saya takut-takut mengeluarkan kamera saya. Langit pun terlihat putih suram dan begitu membosankan. Hahaha.. oke itu hanya alasan saya saja. Sejujurnya saya merasa iri dengan para instagramer yang bisa mengambil foto-foto sedemikian menarik dan bagus. Makan apa sih mereka itu ya??

Ruang Senjata

Lorong

Penjara

Benteng Pendem

Sabtu, 03 Agustus 2013

Ritual Jelang Lebaran

Mudik, sesuatu yang Indonesia banget nggak sih? Entah sejak kapan fenomena mudik ini mulai terjadi di Indonesia. Seingat saya, dari saya orok, saya sudah sering dibawa mudik oleh orang tua saya. Menurut saya sih mudik sudah menjadi semacam ritual yang dilakukan setiap tahunnya jelang lebaran. Bahkan jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Nah uniknya, ritual mudik ini pun ada semacam ritual pembukaannya juga. Jelang ramadhan perbaikan jalan mulai marak di sepanjang jalur mudik. Ada yang tambal sulam, ada yang pengaspalan ulang, dan ada pula yang pembetonan ulang. Eh tapi nggak cuma di jalur mudik aja lho yang sibuk diperbaiki. Jalan komplek tempat tinggal saya pun gak mau kalah.
 

Sebuah setum disewa untuk meratakan jalan. Si setum terparkir dengan manis di depan rumah bak model menunggu sesi pemotretan :D





Selasa, 16 Juli 2013

JPEG dan Adobe Camera Raw

Ini edisi saya lagi senang mengolah foto di Adobe Camera Raw. Ternyata oh ternyata, file foto-foto saya bisa juga dipoles pakai Camera Raw meskipun format file foto saya dalam bentuk JPEG dan bukan RAW. Ih gaptek banget ya saya baru tahu hal ini. Biarin deh, yang penting sekarang saya tahu dan pastinya saya senang dong karena kamera saya, si tustel hitam, hanya bisa menyimpan foto dalam format  JPEG.
In Mini Bridge or full Bridge, by right click a file, i can choose open with, camera raw. And that will open up a JPEG into Camera Raw even it wasn't a RAW file.
Kira-kira begitu kata-kata Gavin Hoey dalam video tutorialnya. Iya akhir-akhir ini saya memang sering banget ngelirik video tutorialnya Gavin Hoey, seorang fotografer freelance, penulis dan trainer fotografi. Banyak teknik dan tips yang bermanfaat dan mudah dipahami bahkan untuk seseorang yang amatir seperti saya :). Ini dia editan foto saya, straight out of Camera Raw.

awas beling galak

Enaknya memoles foto di Camera Raw, semua proses bisa dilakukan tanpa merusak foto asli. Jadi pengolahan yang dilakukan hanya tersimpan dalam metadata file fotonya. Foto bisa dikembalikan ke kondisi awal kapan saja saya mau.

Jumat, 05 Juli 2013

Sudut Soekarno-Hatta

Lagi di bandara Soekarno-Hatta. Lagi bengong-bengong nunggu di pintu kedatangan. Eh ada pojok yang sepi. Langsung deh....

….pret.


Fotonya saya proses di photoshop. Saya rubah menjadi black and white dengan menyisakan warna merah ditulisan 'shopping arcade' dan sedikit memainkan brightness/contrast dan layer blending.

Senin, 01 Juli 2013

Ternyata Kucing Itu...

Si Cimit, kucing jantan saya, saat usianya satu tahunan pernah menjadi idola lho. Tapi anehnya, Cimit bukan hanya menjadi idola para tamu atau tetangga yang melihat, ia juga menjadi idola kucing-kucing jantan! Tepatnya ada dua ekor kucing jantan yang sering bertandang, mencari, bahkan ngetem di depan rumah saya demi menunggu Cimit sambil sesekali mengeong-ngeong dengan keras. 

kucing jantan
ngetem
Saya sempat frustasi melihat kucing-kucing ini. Ada apa dengan mereka? Apakah mereka berperilaku menyimpang alias g*y? Mereka berdua saling berkelahi memperebutkan Cimit. Apa jangan-jangan si Cimit yang terlihat bersih, cantik dan wangi karena sering dimandikan dan disisir bulunya sehingga disangka betina?

cimit
cimit: am i preety?
Belakangan setelah saya jarang memandikan Cimit, kucing-kucing jantan tadi mulai sengit kalau bertemu Cimit. Menggeram, mengeong mengajak berkelahi. Hmmm... apa iya karena wangi shampoo sehingga Cimit disangka betina? Ngga tau juga sih.. tapi kucing memang mengenali sesuatu dengan mengendus-endus bukan?


Sabtu, 22 Juni 2013

Bulan Sejuta Umat

Betul, bulan memang objek foto sejuta umat. Siapa pun, dimana pun, dapat memotret bulan. Foto bulan juga sudah banyak bertebaran dimana-mana. Dan kali ini, saya menjadi satu diantara sejuta umat itu :D. Semua bersumber dari saya yang masih gaptek dengan si tustel hitam. Waktu itu si tustel baru saya pinang dan saya masih awam dengannya (sekarang pun masih masuk kategori awam sih :D)

Awalnya saya sedang mencoba memotret dengan manual fokus, namun saya tak kunjung mendapatkan fokus ke benda yang saya mau akibat ketidak-tahuan saya akan focal length dan jarak objek dengan kamera (padahal jelas-jelas di layar tertera 30cm - ~, 50cm - ~, 1.2m - ~ dan terus bertambah seiring saya zooming). Saya pun browsing di yutube dan menemukan video SX 30 IS, merk dan tipe si tustel hitam, sedang memotret bulan dengan manual fokus. Wuihh, kelihatannya mudah (ya iya lah... lha wong fokusnya tinggal diset ke infinity):D dan tadaaaa... ini dia hasil percobaan saya memotret si bulan tanpa tripod.

Full Moon
full moon

sx 30 is moon
akibat kamera shake

foto bulan
lumayan laaah


Senin, 03 Juni 2013

Hujan di Malahayu

Lagi-lagi saya main ke waduk, dan lagi-lagi semua berkat papan petunjuk jalan. Masih nggak jauh-jauh dari rumah. Cuma melompat satu batas administrasi. Kalau kampung halaman kamu ada di jawa tengah dan mudik melalui jalur pantura, pasti kamu juga melihat papan petunjuk arah lokasi waduk ini, Waduk Malahayu di Kabupaten Brebes.

Demi menghindari truk dan bis dijalur pantura, kami mengambil jalur alternatif. Awalnya matahari bersinar cukup terik siang itu, tapi mendekati lokasi tujuan, tiba-tiba cuaca berubah mendung dan brrrr... dingiiiin. Jalan Tegal-Brebes yang datar dan panas kini berubah naik turun memasuki wilayah perbukitan ditambah kabut dan dingin yang menusuk. Kurang lebih dua jam perjalanan dengan kendaraan roda empat, kami tiba di  lokasi.

Turn Malahayu

Situasi di Waduk Malahayu ini tidak jauh berbeda dengan Waduk Cacaban. Keduanya pun sama-sama peninggalan Belanda. (Eh tapi saya belum pernah ke waduk-waduk yang lain. sama juga nggak ya?).

Gerbang Malahayu

Masalahnya adalah udara yang dingin, mendung dan angin sepoi-sepoi pasti membuat perut meronta-ronta minta diisi. Jadilah warung-warung makan sebagai perhentian selanjutnya. Menu khasnya pasti dong beraneka jenis ikan, mau bakar atau goreng tinggal pilih. Tapi, lah? Ternyata bukan hanya saya yang sibuk memilih. Saya melihat lalat! Bejibun! Mereka sibuk menclok sana menclok sini memilih ikan favoritnya. Becek selepas hujan pun menambah syahdu pesta mereka. Rrrrrrr.....Oke, semangkuk mie ayam rasanya cukup mengenyangkan. Yang menarik, para pedagang di sini berbicara dalam bahasa sunda. Lho? Ini di Brebes kan ya? kok saya jadi merasa seperti sedang berlibur di daerah Bandung dan sekitarnya ya? Mungkin karena letaknya yang bersebelahan dengan Jawa Barat sehingga terjadi asimilasi budaya.

Waduk Malahayu

Wisata Malahayu Brebes

Awan kembali menghitam ketika perahu yang kami tumpangi mulai melaju mengelilingi waduk, perlahan bulir-bulir hujan mulai turun. Terlintas di kepala saya ucapan Miles Morgan, seorang landscape photographer, dalam speech-nya yang saya lihat di youtube:
 "As the storm rolls in, everybody heads out, landscape photographer heads in. The worst the weather, the better the shot " 
Widiiiiiw jadi berasa kayak landscape photographer beneran.... Tapiii begitu hujan semakin deras, nyali saya mulai ciut. Buru-buru saya simpan kamera saya dalam tasnya. Saya nggak punya casing anti air. Kalau kamera saya rusak siapa yang mau ganti?

badai malahayu
in to the storm



Selasa, 07 Mei 2013

Kicau Burung Gereja dan Nasi Kering

Semua berawal dari nasi sisa yang tidak tau harus diapakan. Ada semacam perasaan bersalah untuk membuang nasi-nasi tersebut. Yah kalau kata orang dulu sih nasi-nasi tersebut akan menangis, dan nanti di hari pembalasan, nasi itu satu persatu  akan memanggil-manggil si pembuang nasi, meminta pertanggung jawaban. Coba bayangkan, dalam satu sendok makan saja sepertinya ada berpuluh-puluh butir nasi. Bagaimana jika semangkok. doh. Nah dari pada mubadzir, si suami menyarankan agar nasi-nasi sisa itu dijemur lalu digoreng menjadi cemilan.

Crok.. crok..crok.. Terdengar suara dari nampan tempat saya menjemur nasi. Crok.. crok.. crok.. Rupanya beberapa burung gereja tengah sibuk mematuk-matuk nampan berisi nasi yang hampir kering. Saya biarkan burung-burung kecil itu memakannya. Bahkan saya sengaja menyebarkan nasi ke jalan depan rumah untuk mereka. Bonusnya? Saya bisa menikmati kicauan mereka setiap pagi dan tentu saja mendapatkan objek foto yang menarik. Ini dia foto favorit saya:

Burung Gereja

Melihat si burung bertengger saya lari tergopoh-gopoh mengambil kamera. Saat kembali burung itu sudah tidak ada. Oh baiklah, memotret fauna itu ternyata tidak gampang karena mereka senantiasa bergerak. Disuruh tunggu atau nengok juga mereka gak ngerti kan.

Burung Gereja




Untungnya kucing saya si Cimit sudah tidak hobi berburu. Jadi burung-burung ini aman berkeliaran mematuki nasi kering. Mudah-mudahan mereka betah berlama-lama di sekitaran rumah saya dan berkicau untuk saya setiap pagi.

Rusunawa
Rusunawa

Apartement two tower
Rusunawa 2 Tower



Senin, 06 Mei 2013

Nyawa Si Komputer

Komputer saya tewas sebulan yang lalu. doh! Menjelang detik-detik terakhirnya, api memercik dari belakang CPU dengan suara seperti petasan. Cetar ceter cetar ceter. Asap putih menyembul keluar diiringi dengan bau gosong yang khas dan menyengat. Waduh, kenapa ini, panik saya. Padahal saya belum menekan tombol power. Saya hanya menancapkan kabel ke sumber listrik. Lalu kenapa? KENAPA?!?
Setelah dicek, ternyata masalahnya terletak pada power supply-nya. Power supply yang telah berumur lima tahun itu akhirnya tewas sudah. Dan tewasnya si power supply berarti tewas pula harapan saya untuk bisa mengupdet photoblog ini. *kepala menunduk*

Tapi sekarang saya sudah membeli power supply yang baru. Yay! Mudah-mudahan usianya lebih dari lima tahun. Dengan nyawa baru yang terpasang di komputer saya, saya pun bertekad untuk rutin mengupdate photoblog saya ini. Yah, paling tidak sekali dalam sebulan atau minimum sekali dalam setahun. Lho?!?!

Tidak bisa dipungkiri, di era fotografi digital seperti sekarang ini, komputer memegang peranan yang sangat penting untuk menghasilkan sebuah karya fotografi. Jika diibaratkan, komputer itu layaknya sebuah kamar gelap pada era fotografi analog. Dengan berbagai software pengolah foto yang tersedia, foto dapat diolah gelap terangnya, atau bahkan diedit menjadi lebih cantik. Tapi selain sebagai kamar gelap, komputer juga bisa lho menjadi obyek foto yang menarik :P

Ini dia penampakan komputer saya jaman dulu. Foto ini saya ambil menggunakan si minidv, sambil jongkok-jongkok di depan meja mencari sudut yang pas. Saya menyebutnya si two tone, karena CPU, keyboard dan mouse-nya masih berwarna putih sementara monitor-nya hitam.

low angle



Senin, 11 Maret 2013

Menengok Waduk Cacaban

Waduk Cacaban Tegal

Papan petunjuk jalan itu berdiri kokoh ditengah pertigaan Pasar Banjaran Kabupaten Tegal. Seperti melambai-lambai, salah satu papan petunjuk jalan bertuliskan 'waduk cacaban' menarik perhatian saya. "Oh ada objek wisata didekat sini rupanya" pikir saya. Setelah beberapa kali melewati pertigaan pasar dengan papan yang selalu melambai, siang itu menjelang sore, tiga sepeda motor melaju seolah menurut pada lambaian sang papan petunjuk jalan. Jalan aspal yang basah selepas hujan dilibas habis oleh ban sepeda motor yang melaju dengan riang: Cacaban here we come...

Kurang dari satu jam, setelah melewati beberapa jalan yang menanjak, waduk itu ada didepan mata. Luas dan sepi, itu kesan pertama saya.

Waduk Cacaban Tegal

Tidak banyak aktivitas yang kami lakukan disini selain menikmati pemandangan alam. Udara sejuk selepas hujan menambah kenikmatan meresapi indahnya panorama waduk ini. Kami sempat berkeliling waduk menggunakan kapal memutari beberapa gugusan pulau.

Wisata Perahu

"Seperti diluar negeri ya" komentar salah satu teman saat kami berempat menaiki sebuah bukit tak jauh dari waduk. Yap. Pemandangan Waduk Cacaban dari atas bukit ini memang sangat mempesona. Saya mencoba memotret pemandangan 'seperti diluar negeri' versi teman saya ini dengan si tustel hitam. Berharap kesan yang sama nantinya bisa tersampaikan melalui foto saya. Konon perencanaan detail waduk ini dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di tahun 1930 sementara pembangunannya baru dimulai tahun 1952 dengan merelokasi 9 desa demi terciptanya waduk ini.

Waduk Cacaban High Angle

Menunggu
Menunggu Kekasih

Serangga
Laba-laba Cacaban

Dibalik keindahan waduk yang begitu memukau, banyak cerita yang masih menjadi misteri hingga saat ini. Konon cerita didalam waduk masih terdapat cungkir emas yang digunakan Presiden Soekarno saat peletakan batu pertama tahun 1952, dan konon juga didalam waduk itu hidup seekor ular berukuran raksasa.


Jumat, 01 Maret 2013

Kamera Pertama Yang Memulai Segalanya

Sebenarnya saya tidak begitu ingat, kapan tepatnya saya mulai menyukai dunia fotografi. Rasanya sudah lamaa sekali. Semenjak kecil saya memang suka memotret. Apalagi dulu ayah sering sekali memuji hasil foto-foto saya. Saya berbakat, itu katanya. Kamera pertama yang saya gunakan untuk memotret adalah kamera analog SLR Fujica, entah tipe berapa. Saya masih ingat betapa saya dengan susah payah mendelik mendelik mencoba menerka 'ini udah focus belum sih? blur ngga sih?' karena gambar yang saya lihat di jendela bidik sangatlah kecil (bagi saya sih). Kamera tersebut sebenarnya sudah rusak, selain lensa yang berjamur, foto yang dihasilkan selalu ada garis vertikal seperti cahaya merah dan kuning disepertiga bagian foto. 'Kameranya bocor' begitu informasi dari pihak cuci cetak film.

Kamera kedua saya warnanya kuning, berbahan plastik, berbentuk mobil-mobilan dengan stiker KFC pada bagian kap mesin dan tutup bagasi. Saat itu saya hanyalah seorang anak kecil yang gampang sekali termakan iklan televisi. Saya merengek-rengek pada orangtua saya untuk diajak ke KFC, karena menurut iklan, saya bisa mendapat sebuah kamera plastik dengan membeli paket tertentu. Entah kenapa saya sangat menginginkan benda itu. Sebuah kamera lubang jarum. Tinggal kokang dan klik.

Kamera saku analog merk canon menjadi kamera ketiga saya. Kamera ini menjadi andalan keluarga dalam rentang waktu yang cukup lama untuk mengabadikan momen-momen tertentu. Tapi mengingat ketiga kamera tersebut kamera analog dimana saya harus membeli film dan mencetak hasilnya, bisa ditebak dong seberapa sering kamera-kamera tersebut digunakan. Jaraaaaaaang sekali.

miniDV

Memasuki era digital akhirnya saya membeli sebuah minidv bermerk qrio (ini termasuk kamera bukan yaa?). Dengan minidv ini saya bebas memotret semau saya tanpa harus membeli film, mencetak, atau mengeluarkan uang sepeser pun. Kalau hasilnya jelek, tinggal hapus saja. Bisa dibilang minidv ini lah yang menyalakan lampu ketertarikan saya pada dunia fotografi. Berikut beberapa hasil jepret-jepret saya dengan si minidv:

langit dan pohon duri

cipadu suatu malam

lorong

satu sudut jakarta

senja dibalik kota

mari membaca buku

Beberapa teman yang terhubung dengan saya saat kejayaan friendster tentu sudah melihat foto-foto keluaran si minidv saat saya masih asyik berblogging ria dengan friendster. Sayangnya friendster telah menghapus fasilitas blogging beserta seluruh konten blog saya.

dispenser

jalan jakarta

lampu temaramgerbang

Kamera terakhir, kamera yang saya gunakan saat ini, sebuah kamera prosumer merk canon. Kamera impian saya sejak tahun 2006 saat tipenya masih S3IS, dan baru terbeli di tahun 2011 saat sudah bermetamorfosis menjadi SX30IS =D. Saya memang belum mengetahui banyak masalah teknis fotografi, apalagi kamera saya bukan kamera DSLR, dan mungkin kecintaan saya pada dunia fotografi masih sangat sederhana. Sesederhana saya menikmati saat mata saya mengintip ke jendela bidik, mencari sudut yang indah dan...

...cekrek.

Ps. Sebenarnya kalau boleh memilih saya lebih nyaman dengan minidv. Selain ringan dan mudah dibawa-bawa, bentuknya yang kecil tidak menarik perhatian orang. Ada gak ya minidv kualitas DSLR *ngarep.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes